Cinta bukan sekdar melulu berkasih-kasihan, kelemahlembutan ataupun kemanjaan-kemanjaan. Namun pada hakikatnya cinta itu adalah membagi dan memahami, karena cinta adalah kehidupan. Cinta adalah universal. Ia mampu diejawantahkan dalam segala bentuk dan dengan bahasa apapun. Hanya orang-orang yang berkenan singgahlah yang dapat menikmati mengalirnya cinta itu.
Jumat, 06 Januari 2017
Sabtu, 10 Desember 2016
Delisha
Hiruk pikuk komentar di jejaring sosial serta banyaknya berita yang tidak bertanggung jawab membuat otak menjadi sesak dan penuh dengan prasangka buruk. Lebih baik buang jauh-jauh semua prasangka itu, mari berkarya dan berbuat sesuatu untuk negeri ini.
Rekaman iseng-iseng di Sanggar Biru Madiun sebelum latihan.
"Delisha"
Wisang feat. Furqon
Rekaman iseng-iseng di Sanggar Biru Madiun sebelum latihan.
"Delisha"
Wisang feat. Furqon
Senin, 05 Desember 2016
Tontonan yang Mencerahkan
Tak perlu jauh-jauh pergi ke luar kota jika ingin menonton pertunjukan teater. Di Kota
Madiun setiap tahunnya bisa dipastikan ada pertunjukan teater dari salah satu
kelompok teater pelajar. Teater bukan merupakan sesuatu yang asing lagi bagi
masyarakat Madiun terutama para pelajar. Karena hampir semua lembaga sekolah di
Kota Madiun terdapat kelompok teater dan menetapkan teater sebagai ekstra
kurikuler sekolah. Mulai dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas dan
Kejuruan memiliki kelompok teater. Bahkan sudah ada beberapa Taman Kanak-Kanak
kini mulai menetapkan teater sebagai ekstra kurikuler. Perkembangan teater
pelajar di Madiun saat ini bisa dibilang pesat dengan segala keterbatasan yang
ada. Rasanya pantas jika Madiun mendapat sebutan sebagai kotanya teater
Pelajar.
Selain banyaknya teater
pelajar di Kota Madiun ada juga beberapa kelompok teater umum, salah satunya
adalah Sanggar Biru Madiun. Sanggar Biru Madiun adalah kelompok teater umum
yang mencoba berproses dan terus berkarya di tengah gempuran media digital yang
semakin banyak memberikan alternatif tontonan dan hiburan. Jika kelompok teater
remaja masih mendapatkan dukungan penuh dari lembaga yang menaunginya, lain
halnya dengan Sanggar Biru Madiun yang notabene adalah sanggar umum. Bisa dikatakan
ia ada karena kenekatan para anggotanya yang memiliki satu visi ke depan. Meski
banyak rintangan mulai dari masalah pendanaan, tempat pementasan dsb, Sanggar
Biru Madiun seakan sadar bahwa itu semua merupakan bagian dari sebuah proses. Proses
yang harus dijalani untuk mendewasakan setiap anggotanya.
Kini hampir 20 tahun Sanggar Biru Madiun berproses
semenjak kelahirannya tahun 1996
lalu. Dengan jatuh bangun, telah
banyak karya pertunjukan yang dihasilkan.
Sudah menjadi sebuah komitmen dan
program kerja tahunan Sanggar Biru Madiun
semenjak kelahirannya kembali untuk dapat mementaskan
sebuah pertunjukan drama. Sebuah
tontonan yang diharapkan bukan hanya menghibur, akan tetapi juga dapat
memberikan input yang baik bagi penonton. Keterbatasan bukanlah sebuah halangan, karena komotmen
telah digulirkan bersama, bagaimanapun keadaanya Sanggar Biru Madiun akan terus
berproses dan berkarya.
Kali ini Sanggar
Biru Madiun tengah berproses mempersiapkan sebuah pertunjukan musik. Dan sekali
lagi proses ini ada karena kenekatan para anggotanya yang sebenarnya minim
kemampuan bermusiknya. Semuanya didasarkan pada satu visi, yaitu ingin terus
berproses dan berkarya. Semoga apa yang Sanggar Biru Madiun sajikan dapat memberikan
hiburan dan pencerahan, terutama bagi anggota Sanggar Biru Madiun.
Teater adalah Sebuah Proses
Pada dasarnya pertunjukan teater
adalah sebuah ruang untuk bercermin dan berkontemplasi bukan hanya bagi
penonton yang menjadi objek tontonan akan tetapi juga bagi para pelaku seni
yang terlibat di dalamnya. Akan tetapi seiring perkembangan teknologi seakan
hal tersebut sudah mulai terkikis, terkalahkan oleh budaya instan. Kita sudah
terlalu dalam terbuai dalam kemudahan-kemudahan karena hampir semua bisa
dilakukan hanya dengan menggesekkan jari ke layar smartphone. Kita lupa bahwa
segala sesuatunya butuh proses, dari tiada menjadi ada. Kita lupa betapa
berharganya sebuah proses. Ibaratnya, secangkir kopi akan tiada tanpa sebuah
proses. Ia bermula dari biji kopi yang
dipetik, dijemur, disangrai lalu ditumbuk agar menjadi bubuk kopi yang siap diseduh. Belakangan ini kebanyakan dari kita lebih suka kepada hal-hal
yang praktis dan pragmatis. Kemalasan-kemalasan telah membuai kita sehingga menjadikan kita terbiasa apatis. Kita hanya peduli pada kebutuhan pribadi kita. Kita lebih terpesona pada hal-hal hedonis yang hingar bingar, padahal sebenarnya kita tahu bahwa semuanya minim akan pemaknaan atau pendidikan bahkan lebih banyak keburukannya.
Untuk itulah ruang kesenian khususnya
teater hadir untuk mengajak mengingat kembali pentingnya sebuah proses bagi
para pelakunya. Proses yang notabene diibaratkan menjadi tempat untuk menempa
diri dan mengukur daya tahan baik fisik maupun mental. Bisa dikatakan proses
teater adalah sebuah laboratorium kehidupan. Di sana merupakan cerminan sederhana
kehidupan dunia tempat saling bekerja sama dan berbagi serta memupuk rasa
empati kepada sesama. Dan dari sana pulalah orang-orang yang bergelut dengannya
menemukan berbagai macam makna tergantung pada penghayatan masing-masing
pribadi, dengan catatan bahwa itu dilakukan dengan kesungguhan bukan
keterpaksaan.
Selanjutnya, yang
terpenting bukanlah hasil akhir melainkan pada prosesnya, walaupun hasil yang
maksimal tetaplah menjadi target, tapi ia ada ketika proses dilakukan. Dan
biasanya, hasil tak pernah berkhianat pada proses. Mari kita berproses kembali, setidaknya dengan hal-hal sederhana inilah kita berbuat sesuatu untuk bangsa ini.
Minggu, 04 Desember 2016
Matahari di Sebuah Jalan Kecil
Proses latihan pementasan Suara Biru.
Tempat : Sanggar Biru Madiun
Jl. Pilang Amd.
Sabtu, 03 Desember 2016
Keanekaragaman Penghuni Sanggar
Ini adalah para penghuni Sanggar Biru Madiun dan keanekaragamannya. Siapa saja boleh singgah di sini, karena memang ini adalah rumah singgah. Kita di sini saling menguatkan dan bukan saling meniadakan.
Bang Agung. Simbahnya Sanggar Biru Madiun
Ayah Ony. Ketuanya Sanggar Biru Madiun. Hobi pegang alat musik jenis apapun dan dari bahan apapun.
Mama Rani. Jago membuat kue dan roti terutama roti gulung-gulung. Dialah yang sering jadi pemasok konsumsi ketika anak-anak Sanggar Biru sedang berlatih.
Wisang Pendik. Gitarisnya Sanggar Biru Madiun meski sampai saat foto ini diupload belum ada kejelasan status keanggotaannya.
Mbak Ika aka Mbokdhe Jemprit. Tukang suntik karena memang seorang perawat dan juga tukang sunat.
Mbak Mahanani aka Mbah Kawit. Desainer stiker, poster dan pamfletnya Sanggar Biru. Orangnya sibuk dan sering ke luar negeri karena harus mondar-mandir ngurus bisnisnya. Tetapi di waktu luangnya kadang manuver jadi tukang urutnya Soleman.
Rista. orang paling gampang baper di Sanggar Biru. Hobi banget sama yang namanya nangis. Kalau sudah curhat bisa tahan berjam-jam.
Jalu. Vokalisnya Sanggar Biru karena memang suaranya paling bisa diandalkan selain Wisang Pendik dan Ajeng. Orangnya paling menonjol di Sanggar Biru. Hatinya begitu lembut selembut kapuk bantal. Kalau sedang kepedesan mulutnya bisa mengeluarkan asap. Bercita-cita punya kumis seperti Bang Agung.
Ibnu Malik. Operator audionya Sanggar Biru dan juga tim artistik Sanggar. Paling suka ngulik kabel dan barang-barang audio. Kemana-mana selalu bawa kertas gambar untuk menggambar dekorasi, setting panggung kadang juga gambar bulatan-bulatan tidak jelas.
Candra Elmen. Tukang kendang yang saat ini sedang latihan alat musik tiup sampai-sampai berlatih meniup ban sepeda yang ada di Sanggar. Berlatih 6 jam setiap hari agar bisa meniup recorder dengan baik dan benar.
Ajeng. Vokalisnya Sanggar Biru. Sering labil karena memang daya listriknya kurang stabil.
Furqon. Ahli forensik dari negeri seberang. Datang ke Sanggar Biru Madiun untuk meningkatkan ilmu pancasona tingkat 5. Sedang agak amnesia semenjak kehilangan gelang perubahnya.
Eka. Orang paling diam tapi kalau sudah ngomong bisa kemana-mana. Setiap kali latihan musik hobi pegang alat "ecek-ecek".
Bintang. Penata lampu alias tukang PLN-nya Sanggar Biru. Benar-benar terobsesi sama yang namanya lampu karena hampir setiap malam dialah teman setia yang memeluk lampu-lampu di Sanggar.
Dika. Penari dan memang suka menari. Biasanya setiap kali Sanggar Biru ataupun Teater di bawah naungan Sanggar sedang pentas, dialah yang selalu mengajukan diri untuk memberi pinjaman kostum.
Totok. Anggota Sanggar Biru yang sangat sibuk tour dan jalan-jalan. Karena memang punya biro wisata.
Eka Kocok. Anggota Sanggar Biru yang telah lama hilang. Katanya sedang mencari jati diri ke barat, dan mungkin sedang tersesat tak tahu jalan pulang.
Rian Ciputra aka Ichi. Admin Blog Sanggar Biru Madiun. Orang paling absurd di Sanggar. Kalau latihan seringnya cuma pakai boxer. Vokalnya paling fals setelah Furqon. Sedang menjalani latihan ilmu kanuragan. Hobinya mencuci Megazord. Jati diri sebenarnya adalah Ranger Hijau.
Ayah Ony. Ketuanya Sanggar Biru Madiun. Hobi pegang alat musik jenis apapun dan dari bahan apapun.
Mama Rani. Jago membuat kue dan roti terutama roti gulung-gulung. Dialah yang sering jadi pemasok konsumsi ketika anak-anak Sanggar Biru sedang berlatih.
Wisang Pendik. Gitarisnya Sanggar Biru Madiun meski sampai saat foto ini diupload belum ada kejelasan status keanggotaannya.
Mbak Ika aka Mbokdhe Jemprit. Tukang suntik karena memang seorang perawat dan juga tukang sunat.
Mbak Mahanani aka Mbah Kawit. Desainer stiker, poster dan pamfletnya Sanggar Biru. Orangnya sibuk dan sering ke luar negeri karena harus mondar-mandir ngurus bisnisnya. Tetapi di waktu luangnya kadang manuver jadi tukang urutnya Soleman.
Rista. orang paling gampang baper di Sanggar Biru. Hobi banget sama yang namanya nangis. Kalau sudah curhat bisa tahan berjam-jam.
Jalu. Vokalisnya Sanggar Biru karena memang suaranya paling bisa diandalkan selain Wisang Pendik dan Ajeng. Orangnya paling menonjol di Sanggar Biru. Hatinya begitu lembut selembut kapuk bantal. Kalau sedang kepedesan mulutnya bisa mengeluarkan asap. Bercita-cita punya kumis seperti Bang Agung.
Ibnu Malik. Operator audionya Sanggar Biru dan juga tim artistik Sanggar. Paling suka ngulik kabel dan barang-barang audio. Kemana-mana selalu bawa kertas gambar untuk menggambar dekorasi, setting panggung kadang juga gambar bulatan-bulatan tidak jelas.
Candra Elmen. Tukang kendang yang saat ini sedang latihan alat musik tiup sampai-sampai berlatih meniup ban sepeda yang ada di Sanggar. Berlatih 6 jam setiap hari agar bisa meniup recorder dengan baik dan benar.
Ajeng. Vokalisnya Sanggar Biru. Sering labil karena memang daya listriknya kurang stabil.
Furqon. Ahli forensik dari negeri seberang. Datang ke Sanggar Biru Madiun untuk meningkatkan ilmu pancasona tingkat 5. Sedang agak amnesia semenjak kehilangan gelang perubahnya.
Eka. Orang paling diam tapi kalau sudah ngomong bisa kemana-mana. Setiap kali latihan musik hobi pegang alat "ecek-ecek".
Bintang. Penata lampu alias tukang PLN-nya Sanggar Biru. Benar-benar terobsesi sama yang namanya lampu karena hampir setiap malam dialah teman setia yang memeluk lampu-lampu di Sanggar.
Dika. Penari dan memang suka menari. Biasanya setiap kali Sanggar Biru ataupun Teater di bawah naungan Sanggar sedang pentas, dialah yang selalu mengajukan diri untuk memberi pinjaman kostum.
Totok. Anggota Sanggar Biru yang sangat sibuk tour dan jalan-jalan. Karena memang punya biro wisata.
Eka Kocok. Anggota Sanggar Biru yang telah lama hilang. Katanya sedang mencari jati diri ke barat, dan mungkin sedang tersesat tak tahu jalan pulang.
Rian Ciputra aka Ichi. Admin Blog Sanggar Biru Madiun. Orang paling absurd di Sanggar. Kalau latihan seringnya cuma pakai boxer. Vokalnya paling fals setelah Furqon. Sedang menjalani latihan ilmu kanuragan. Hobinya mencuci Megazord. Jati diri sebenarnya adalah Ranger Hijau.
Menanamkan Empati
Kata seorang teman, setidaknya minimal
mengabarkan satu berita gembira pada seseorang akan memberikan efek positif
bagi pengabar juga pendengarnya. Lalu saya berandai-andai, bagaimana jika puluhan, ratusan bahkan jutaan
kabar gembira yang kita dengar atau sampaikan setiap hari. Mungkin kita akan
merasa bersemangat menjalani kehidupan tanpa keluh kesah, umpatan bahkan cacian. Hanya saja di zaman modern yang serba instan ini segala kemungkinan begitu
terbuka lebar. Setiap orang punya kesempatan untuk berpendapat secara terbuka
di media umum, entah itu dengan santun atau dengan bahasa
kasar yang buruk, berdasar
ataupun tidak. Semua bisa dilakukan dengan mudah sambil duduk, ngupil,
selonjoran atau tiduran. Banyak orang ingin didengarkan dan merasa perlu untuk
berkomentar tanpa ada tedeng aling-aling. Mereka bebas mengumpat, mencaci,
menghujat apa saja siapa saja. Mungkin slogan bahwa kita adalah bangsa yang
santun sudah tertimbun puing-puing keegoisan kita demi
kepentingan-kepentingan.
Waktu
memang perkasa, ia telah menggiring kita menjadi makhluk yang begitu rumit.
Semakin berkembang pengetahuan kita, semakin rumitlah kita. Padahal tujuan
utama ilmu pengetahuan adalah untuk memudahkan kehidupan. Tapi seiring
perkembangan teknologi yang begitu pesat masalah-masalah
baru muncul saling tumpang tindih minta diselesaikan satu persatu.
Sering muncul celetukan, betapa indahnya masa kanak-kanak. Masa di mana penuh dengan
kegembiraan, tanpa ada kebencian dan rasa dendam. Bagaimana tidak, ketika para orang dewasa sibuk
mencari siapa benar dan siapa salah, anak-anak begitu sederhananya menjalani
peran mereka. Mereka bermain bersama, berselisih mungkin
juga berkelahi karena sesuatu hal, tapi sebentar saja mereka sudah bermain
permainan lain bersama tanpa pernah ingat perselisihan sebelumnya.
Betapa
indahnya pemikiran sederhana mereka, sesederhana kami di Sanggar Biru yang
ingin berbagi sedikit apa yang kami miliki kepada anak-anak. Di Sanggar Biru
ini kami mencoba mengajak mereka untuk berkesenian serta berkarya, bukan untuk
menjadi seorang seniman, artis atau selebritis akan tetapi agar mereka saling mengenal
satu sama lain, memahami tentang perbedaan dan mengajak mereka saling bekerja
sama. Harapan kami dengan berproses, nantinya mereka memiliki rasa empati yang
tinggi kepada sesama serta halus
budinya. Semoga kelak mereka akan menyebarkan benih yang telah kami tanam
kepada teman, saudara dan kerabat mereka.
Langganan:
Postingan (Atom)