Sabtu, 10 Desember 2016

Delisha

Hiruk pikuk komentar di jejaring sosial serta banyaknya berita yang tidak bertanggung jawab membuat otak menjadi sesak dan penuh dengan prasangka buruk. Lebih baik buang jauh-jauh semua prasangka itu, mari berkarya dan berbuat sesuatu untuk negeri ini.

Rekaman iseng-iseng di Sanggar Biru Madiun sebelum latihan.
"Delisha"
Wisang feat. Furqon

Senin, 05 Desember 2016

Tontonan yang Mencerahkan


Tak perlu jauh-jauh pergi ke luar kota jika ingin menonton pertunjukan teater. Di Kota Madiun setiap tahunnya bisa dipastikan ada pertunjukan teater dari salah satu kelompok teater pelajar. Teater bukan merupakan sesuatu yang asing lagi bagi masyarakat Madiun terutama para pelajar. Karena hampir semua lembaga sekolah di Kota Madiun terdapat kelompok teater dan menetapkan teater sebagai ekstra kurikuler sekolah. Mulai dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas dan Kejuruan memiliki kelompok teater. Bahkan sudah ada beberapa Taman Kanak-Kanak kini mulai menetapkan teater sebagai ekstra kurikuler. Perkembangan teater pelajar di Madiun saat ini bisa dibilang pesat dengan segala keterbatasan yang ada. Rasanya pantas jika Madiun mendapat sebutan sebagai kotanya teater Pelajar.

Selain banyaknya teater pelajar di Kota Madiun ada juga beberapa kelompok teater umum, salah satunya adalah Sanggar Biru Madiun. Sanggar Biru Madiun adalah kelompok teater umum yang mencoba berproses dan terus berkarya di tengah gempuran media digital yang semakin banyak memberikan alternatif tontonan dan hiburan. Jika kelompok teater remaja masih mendapatkan dukungan penuh dari lembaga yang menaunginya, lain halnya dengan Sanggar Biru Madiun yang notabene adalah sanggar umum. Bisa dikatakan ia ada karena kenekatan para anggotanya yang memiliki satu visi ke depan. Meski banyak rintangan mulai dari masalah pendanaan, tempat pementasan dsb, Sanggar Biru Madiun seakan sadar bahwa itu semua merupakan bagian dari sebuah proses. Proses yang harus dijalani untuk mendewasakan setiap anggotanya.

Kini hampir 20 tahun Sanggar Biru Madiun berproses semenjak kelahirannya tahun 1996 lalu. Dengan jatuh bangun, telah banyak karya pertunjukan yang dihasilkan. Sudah menjadi sebuah komitmen dan program kerja tahunan Sanggar Biru Madiun semenjak kelahirannya kembali untuk dapat mementaskan sebuah pertunjukan drama. Sebuah tontonan yang diharapkan bukan hanya menghibur, akan tetapi juga dapat memberikan input  yang baik bagi penonton. Keterbatasan bukanlah sebuah halangan, karena komotmen telah digulirkan bersama, bagaimanapun keadaanya Sanggar Biru Madiun akan terus berproses dan berkarya.


Kali ini Sanggar Biru Madiun tengah berproses mempersiapkan sebuah pertunjukan musik. Dan sekali lagi proses ini ada karena kenekatan para anggotanya yang sebenarnya minim kemampuan bermusiknya. Semuanya didasarkan pada satu visi, yaitu ingin terus berproses dan berkarya. Semoga apa yang Sanggar Biru Madiun sajikan dapat memberikan hiburan dan pencerahan, terutama bagi anggota Sanggar Biru Madiun.

Teater adalah Sebuah Proses


Pada dasarnya pertunjukan teater adalah sebuah ruang untuk bercermin dan berkontemplasi bukan hanya bagi penonton yang menjadi objek tontonan akan tetapi juga bagi para pelaku seni yang terlibat di dalamnya. Akan tetapi seiring perkembangan teknologi seakan hal tersebut sudah mulai terkikis, terkalahkan oleh budaya instan. Kita sudah terlalu dalam terbuai dalam kemudahan-kemudahan karena hampir semua bisa dilakukan hanya dengan menggesekkan jari ke layar smartphone. Kita lupa bahwa segala sesuatunya butuh proses, dari tiada menjadi ada. Kita lupa betapa berharganya sebuah proses. Ibaratnya, secangkir kopi akan tiada tanpa sebuah proses. Ia bermula dari biji kopi yang dipetik, dijemur, disangrai lalu ditumbuk agar menjadi bubuk kopi yang siap diseduh. Belakangan ini kebanyakan dari kita lebih suka kepada hal-hal yang praktis dan pragmatis. Kemalasan-kemalasan telah membuai kita sehingga menjadikan kita terbiasa apatis. Kita hanya peduli pada kebutuhan pribadi kita. Kita lebih terpesona pada hal-hal hedonis yang hingar bingar, padahal sebenarnya kita tahu bahwa semuanya minim akan pemaknaan atau pendidikan bahkan lebih banyak keburukannya.

Untuk itulah ruang kesenian khususnya teater hadir untuk mengajak mengingat kembali pentingnya sebuah proses bagi para pelakunya. Proses yang notabene diibaratkan menjadi tempat untuk menempa diri dan mengukur daya tahan baik fisik maupun mental. Bisa dikatakan proses teater adalah sebuah laboratorium kehidupan. Di sana merupakan cerminan sederhana kehidupan dunia tempat saling bekerja sama dan berbagi serta memupuk rasa empati kepada sesama. Dan dari sana pulalah orang-orang yang bergelut dengannya menemukan berbagai macam makna tergantung pada penghayatan masing-masing pribadi, dengan catatan bahwa itu dilakukan dengan kesungguhan bukan keterpaksaan.

     
Selanjutnya, yang terpenting bukanlah hasil akhir melainkan pada prosesnya, walaupun hasil yang maksimal tetaplah menjadi target, tapi ia ada ketika proses dilakukan. Dan biasanya, hasil tak pernah berkhianat pada proses.  Mari kita berproses kembali, setidaknya dengan hal-hal sederhana inilah kita berbuat sesuatu untuk bangsa ini.

Minggu, 04 Desember 2016

Sabtu, 03 Desember 2016

Keanekaragaman Penghuni Sanggar


Ini adalah para penghuni Sanggar Biru Madiun dan keanekaragamannya. Siapa saja boleh singgah di sini, karena memang ini adalah rumah singgah. Kita di sini saling menguatkan dan bukan saling meniadakan.

Bang Agung. Simbahnya Sanggar Biru Madiun

Ayah Ony. Ketuanya Sanggar Biru Madiun. Hobi pegang alat musik jenis apapun dan dari bahan apapun.

Mama Rani. Jago membuat kue dan roti terutama roti gulung-gulung. Dialah yang sering jadi pemasok konsumsi ketika anak-anak Sanggar Biru sedang berlatih.

Wisang Pendik. Gitarisnya Sanggar Biru Madiun meski sampai saat foto ini diupload belum ada kejelasan status keanggotaannya.

Mbak Ika aka Mbokdhe Jemprit. Tukang suntik karena memang seorang perawat dan juga tukang sunat.

Mbak Mahanani aka Mbah Kawit. Desainer stiker, poster dan pamfletnya Sanggar Biru. Orangnya sibuk dan sering ke luar negeri karena harus mondar-mandir ngurus bisnisnya. Tetapi di waktu luangnya kadang manuver jadi tukang urutnya Soleman.

Rista. orang paling gampang baper di Sanggar Biru. Hobi banget sama yang namanya nangis. Kalau sudah curhat bisa tahan berjam-jam.

Jalu. Vokalisnya Sanggar Biru karena memang suaranya paling bisa diandalkan selain Wisang Pendik dan Ajeng. Orangnya paling menonjol di Sanggar Biru. Hatinya begitu lembut selembut kapuk bantal. Kalau sedang kepedesan mulutnya bisa mengeluarkan asap. Bercita-cita punya kumis seperti Bang Agung.

Ibnu Malik. Operator audionya Sanggar Biru dan juga tim artistik Sanggar. Paling suka ngulik kabel dan barang-barang audio. Kemana-mana selalu bawa kertas gambar untuk menggambar dekorasi, setting panggung kadang juga gambar bulatan-bulatan tidak jelas.

Candra Elmen. Tukang kendang yang saat ini sedang latihan alat musik tiup sampai-sampai berlatih meniup ban sepeda yang ada di Sanggar. Berlatih 6 jam setiap hari agar bisa meniup recorder dengan baik dan benar.

Ajeng. Vokalisnya Sanggar Biru. Sering labil karena memang daya listriknya kurang stabil.

Furqon. Ahli forensik dari negeri seberang. Datang ke Sanggar Biru Madiun untuk meningkatkan ilmu pancasona tingkat 5. Sedang agak amnesia semenjak kehilangan gelang perubahnya.

Eka. Orang paling diam tapi kalau sudah ngomong bisa kemana-mana. Setiap kali latihan musik hobi pegang alat "ecek-ecek".

Bintang. Penata lampu alias tukang PLN-nya Sanggar Biru. Benar-benar terobsesi sama yang namanya lampu karena hampir setiap malam dialah teman setia yang memeluk lampu-lampu di Sanggar.

Dika. Penari dan memang suka menari. Biasanya setiap kali Sanggar Biru ataupun Teater di bawah naungan Sanggar sedang pentas, dialah yang selalu mengajukan diri untuk memberi pinjaman kostum.

Totok. Anggota Sanggar Biru yang sangat sibuk tour dan jalan-jalan. Karena memang punya biro wisata.

Eka Kocok. Anggota Sanggar Biru yang telah lama hilang. Katanya sedang mencari jati diri ke barat, dan mungkin sedang tersesat tak tahu jalan pulang.

Rian Ciputra aka Ichi. Admin Blog Sanggar Biru Madiun. Orang paling absurd di Sanggar. Kalau latihan seringnya cuma pakai boxer. Vokalnya paling fals setelah Furqon. Sedang menjalani latihan ilmu kanuragan. Hobinya mencuci Megazord. Jati diri sebenarnya adalah Ranger Hijau.



Menanamkan Empati


Kata seorang teman, setidaknya minimal mengabarkan satu berita gembira pada seseorang akan memberikan efek positif bagi pengabar juga pendengarnya. Lalu saya berandai-andai, bagaimana jika puluhan, ratusan bahkan jutaan kabar gembira yang kita dengar atau sampaikan setiap hari. Mungkin kita akan merasa bersemangat menjalani kehidupan tanpa keluh kesah, umpatan bahkan cacian. Hanya saja di zaman modern yang serba instan ini segala kemungkinan begitu terbuka lebar. Setiap orang punya kesempatan untuk berpendapat secara terbuka di media umum, entah itu dengan santun atau dengan bahasa kasar yang buruk, berdasar ataupun tidak. Semua bisa dilakukan dengan mudah sambil duduk, ngupil, selonjoran atau tiduran. Banyak orang ingin didengarkan dan merasa perlu untuk berkomentar tanpa ada tedeng aling-aling. Mereka bebas mengumpat, mencaci, menghujat apa saja siapa saja. Mungkin slogan bahwa kita adalah bangsa yang santun sudah tertimbun puing-puing keegoisan kita demi kepentingan-kepentingan.



Waktu memang perkasa, ia telah menggiring kita menjadi makhluk yang begitu rumit. Semakin berkembang pengetahuan kita, semakin rumitlah kita. Padahal tujuan utama ilmu pengetahuan adalah untuk memudahkan kehidupan. Tapi seiring perkembangan teknologi yang begitu pesat masalah-masalah baru muncul saling tumpang tindih minta diselesaikan satu persatu.


Sering muncul celetukan, betapa indahnya masa kanak-kanak. Masa di mana penuh dengan kegembiraan, tanpa ada kebencian dan rasa dendam. Bagaimana tidak, ketika para orang dewasa sibuk mencari siapa benar dan siapa salah, anak-anak begitu sederhananya menjalani peran mereka. Mereka bermain bersama, berselisih mungkin juga berkelahi karena sesuatu hal, tapi sebentar saja mereka sudah bermain permainan lain bersama tanpa pernah ingat perselisihan sebelumnya.


Betapa indahnya pemikiran sederhana mereka, sesederhana kami di Sanggar Biru yang ingin berbagi sedikit apa yang kami miliki kepada anak-anak. Di Sanggar Biru ini kami mencoba mengajak mereka untuk berkesenian serta berkarya, bukan untuk menjadi seorang seniman, artis atau selebritis akan tetapi agar mereka saling mengenal satu sama lain, memahami tentang perbedaan dan mengajak mereka saling bekerja sama. Harapan kami dengan berproses, nantinya mereka memiliki rasa empati yang tinggi kepada sesama  serta halus budinya. Semoga kelak mereka akan menyebarkan benih yang telah kami tanam kepada teman, saudara dan kerabat mereka. 

Sabtu, 24 September 2016

Mari Berbagi Inspirasi


Persoalan negara ini sudah begitu banyak, ditambah masalah pribadi dengan orang lain ataupun kelompok lain. Mereka berseliweran memenuhi otak dan terkadang membuat kita terasa mual. Semuanya tak kunjung usai dan ujung-ujungnnya jadi fitnah berkelanjutan. Lalu untuk apa berpolemik lagi? Hal itu cuma akan jadi wacana warung kopi dan opini saja. Lebih baik kita kumpulkan energi untuk saling memberi inspirasi. Kita lupakan hal-hal remeh temeh itu dengan membiasakan diri menyedikitkan ngobrol tentang keburukan ataupun kemunafikan. Mari kita belajar, kita berbagi, dan kita berkarya, di sini di rumah kita, Sanggar Biru, tempat saling berbagi inspirasi. 



Kamis, 22 September 2016

KEGIATAN SANGGAR BIRU
MADIUN

Sanggar, rumah tempat kita kembali, belajar dan berbagi



Persiapan launching Dunia Biru




Penandatanganan Akta Notaris Sanggar Biru Madiun


Ini 2 foto yang tidak begitu jelas sedang apa. Pentas, ngamen
atau nongkrong?

 Dapat job mewarnai tembok sekolah


Minggu, 18 September 2016

Dunia Biru

Dunia Biru adalah tempat saling berbagi tentang banyak hal. Di sini semua orang boleh singgah dan pergi ataupun menetap untuk sekedar mencoretkan warnanya, karena rumah ini selalu terbuka bagi siapa saja. 
Untuk kawan, sahabat, saudara tercinta, berhentilah sejenak di sini.
Cuplikan Video Pementasan Maaf, Maaf, Maaf (Politik Cinta Dasamuka)
Karya  :  N. Riantiarno
Sutradara  :  Ony S.
Produksi ke 9 Sanggar Biru Madiun


Dokumentasi Pementasan Sanggar Biru Madiun
dengan naskah berbahasa Jawa yang berjudul
"TUK"














Nantikan pementasan Sanggar Biru selanjutnya tahun depan.
Kami akan berusaha tetap berproses.
"Dharma Eva Hatto Hanti"

Kamis, 08 September 2016

Titah Purabaya

TITAH PURABAYA
NASKAH : ONY S

KEGAGALAN MATARAM UNTUK MENAKLUKKAN PURABAYA PADA TAHUN 1586 – 1587. AKHIRNYA MEMAKSA MATARAM PADA TAHUN 1590 KEMBALI MEMASUKI PURABAYA DENGAN PURA-PURA MENYATAKAN TAKLUK.
KETIKA PURABAYA DALAM KEADAAN LENGAH, SAAT ITULAH PASUKAN MATARAM MENGEPUNG DAN MENYERBU PURABAYA. PARA SRIKANDI PURABAYA YANG DIPIMPIN RADEN AYU RETNO DUMILAH MENGOBARKAN PERLAWANAN TERAKHIRNYA.
DI JANTUNG KUTHA PRAJA PURABAYA, PERANG TANDING ANTARA PANEMBAHAN SENOPATI DAN RETNO DUMILAH MENJADI MULA DAN SEKALIGUS AKHIR DARI SEBUAH CATATAN SEJARAH.


Adegan 1
DISERTAI KERETA  DENGAN PENGAWALAN KHUSUS, NYAI ADISARA MENGHADAP PANEMBAHAN RONGGO JUMENA UNTUK MEMBASUH KAKI PENGUASA KADIPATEN PURABAYA UNTUK KEMUDIAN SISA AIR ITU AKAN DIPAKAI UNTUK KERAMAS PANEMBAHAN SENOPATI DI MATARAM.
PASEBAN PURABAYA.
01.
NYAI ADISARA
:
(MENGHATURKAN SEMBAH) Sembah hormat putrinda menantu, Panembahan Rama.
02.
RONGGO JUMENA
:
Aku terima sembahmu, Nyai Adisara.
03.
NYAI ADISARA
:
Dan ijinkan pula, putrinda menantu menyampaikan salam hormat dan bakti putranda Senapati di Mataram kepada Pamanda Panembahan….
04.
RONGGO JUMENA
:
Rupanya Danang Sutawijaya masih menganggapku sebagai Pamandanya?
05.
NYAI ADISARA
:
Betapa durhakanya kami, jika mengingkari tali keluarga ini. Dan sebagai putra angkat Rama Sultan Hadiwijaya, putranda Senopati sekali lagi menghaturkan sembah sungkem kepada Pamanda.
06.
RONGGO JUMENA
:
Aku terima sembah nakmas Senopati.
(DIAM SEJENAK) Lantas, ada kabar apa gerangan dari Mataram, sampai-sampai mengutus seorang selir secantik Nyai sebagai duta?
07.
NYAI ADISARA
:
Sebagai wakil dari putranda Senopati mohon perkenan  agar Putrinda menantu untuk membasuh kaki Pamanda Panembahan dengan air bunga mawar.
08.
RONGGO JUMENA
:
Nyai Adisara, sungguh sedikitpun tidak terbersit dalam benakku jika kedatanganmu di Purabaya hanya untuk membasuh kakiku?
09.
NYAI ADISARA
:
Demikianlah adanya tugas hamba sebagai duta. Mohon kesediaan Pamanda Panembahan jika sisa air dalam bokor akan dibawa ke Mataram untuk mandi dan keramas putranda Senopati. Dengan demikian, ini merupakan tanda pengakuan kami atas kepemimpinan Pamanda Adipati, Kanjeng Pangeran Timur bagi Tlatah Brang Wetan.
10.
RONGGO JUMENA
:
Hmmm... bagaimana mungkin aku menolak permintaanmu itu?
11.
NYAI ADISARA
:
Izinkan Putrinda menantu untuk mengemban dan melaksanakan kewajiban sebagai duta sekaligus sebagai seorang menantu
12.
RONGGO JUMENA
:
(BERPIKIR SEJANAK. LANTAS HANYA MEMBERIKAN ISYARAT DENGAN TANGANNYA UNTUK MEMPERSILAKAN NYAI ADISARA MENCUCI KAKINYA)
13.
NYAI ADISARA
:
(MENCUCI KAKI SANG PANEMBAHAN. SETELAH UPACARA SELESAI NYAI ADISARA LALU MOHON PAMIT KEMBALI KE MATARAM, DAN MEMBAWA SISA – SISA AIR PA­DA BOKOR KENCANA, YAKNI YANG BERISI KEMBANG SETAMAN BEKAS UNTUK MEN­CUCI KAKI SANG PANEMBAHAN.)
Tugas ananda sebagai duta telah selesai. Perkenankan ananda segera undur diri dan segera pulang ke Mataram.
14.
RONGGO JUMENA
:
Kenapa musti tergesa-gesa? Perjalanan Purabaya ke Mataram cukup jauh, dan tentunya ananda Nyai Adisara perlu cukup beristirahat. Tinggallah barang semalam di Purabaya.
15.
NYAI ADISARA
:
Ananda harus segera menghaturkan air suci ini ke Mataram.
16.
RONGGO JUMENA
:
Baiklah kalau begitu. Restuku menyertaimu, Nyai Adisara.

NYAI ADISARA UNDUR DIRI KEMBALI KE MATARAM.

-- BLACK OUT --


Adegan 2
(ADEGAN MERUPAKAN ADEGAN-ADEGAN PENDEK VISUALISASI PERSIAPAN AKHIR STRATEGI PERANG MATARAM)
DI SEBERANG BENGAWAN
KI JURU MERTANI DAN PANGERAN SINGASARI TENGAH MEMPERSIAPKAN STATEGI PENYERANGAN. DATANG PRAJURIT TELIK SANDI MELAPOR.
01.
P. SINGASARI
:
Nyai Adisara baru saja tiba dengan keberhasilan gemilang. Lantas apa rencana selanjutnya?
02.
KI JURU MERTANI
:
Kita sesuai dengan rencana.
03.
P. SINGASARI
:
Aku sudah tidak sabar untuk menggempur benteng Purabaya.
04.
KI JURU MERTANI
:
Sabarkan dirimu, Nakmas Pangeran. Segala strategi harus kita jalankan dengan penuh perhitungan dan ketelitian. Sedikit saja kita teledor, rencana yang sudah kita susun dengan matang bisa saja hancur berantakan.
05.
TELIK SANDI
:
(MASUK TERGOPOH-GOPOH. SETELAH MENGHATURKAN SEMBAH) Punten Dalem sewu, gusti. Hamba membawa laporan penting.
06.
P. SINGASARI
:
(MENUKAS CEPAT) Cepat sampaikan!
07.
TELIK SANDI
:
Para adipati Brang Wetan beserta pasukannya telah menarik diri meninggalkan Purabaya. Menurut pengamatan hamba, praktis Purabaya dalam keadaan lemah saat ini.
08.
P. SINGASARI
:
(TERTAWA)

BEBERAPA PRAJURIT TELIK SANDI MATARAM BERHASIL MENYUSUP KE JANTUNG PERTAHAN PURABAYA. MEREKA DATANG BAGAI SILUMAN, DATANG DENGAN SEKEJAP DAN MENIKAM DARI BELAKANG PRAJURIT JAGA PURABAYA.

KEMBALI KE PANGERAN SINGASARI DAN KI JURU MERTANI.
DENGAN KEBANGGAAN PANGERAN SINGASARI MENERIMA LAPORAN DARI PRAJURIT TELIK SANDI YANG MELAPORKAN KEBERHASILAN PENYUSUPAN PASUKAN TELIK SANDI MATARAM.

PASUKAN MATARAM BERGERAK PERLAHAN MENUJU JANTUNG KOTA PRAJA PURABAYA.
MATARAM TELAH MENYUSUP KE JANTUNG KOTA PURABAYA.
09.
PRAJURIT 1
:
(BERTERIAK) Mataram menyerang… Mataram menyerang…. Mataram menyerang!!! (PESAN INI KEMUDIAN DISAMPAIKAN SECARA BERANTING)
10.
PRAJURIT 2
:
Peringatkan pada semua pos jaga untuk bersiaga! Aku akan segera melapor ke Kanjeng Adipati. (KELUAR)
PRAJURIT MATARAM MENERJANG BARISAN PERTAHANAN PURABAYA. PARA PRAJURIT PURABAYA KELABAKAN MENERIMA SERANGAN MENDADAK SEPERTI INI. PERANGPUN TAK DAPAT DIHINDARKAN.

-- BLACK OUT --



Adegan 3
TAMAN SARI PURABAYA.
RONGGO JUMENA MERASA DIPERDAYAI OLEH SIASAT LICIK MATARAM. PUTRINYA, RADEN RETNO DUMILAH DIHADAPANNYA.
01.
RONGGO JUMENA

:
(KEGELISAHAN NAMPAK JELAS DI KENING RONGGO JUMENA) Mulut Danang Sutawijaya benar-benar mawawisa. Betapa tidak? Rama begitu saja mudah diperdaya olehnya. Sungguh licik. Dengan bertameng selir cantiknya, ia mengelabui Rama.
02.
RETNO DUMILAH
:
Siasat ini hanya semata-mata agar kekuatan purabaya melemah dengan ditariknya pasukan Brang Wetan.
03.
RONGGO JUMENA

:
Ya... dan sekarang, kita sendiri. Di luar sana, Mataram telah mengasah pedang dan menegakkan tombaknya, siap menggempur kita.
04.
RETNO DUMILAH
:
Semua ini pasti atas siasat licik yang diatur oleh Paman Ki Juru Mertani.
05.
RONGGO JUMENA
:
Ya. Ki Juru Mertani memang pengatur siasat yang lihai. Maafkan, Rama yang telah menempatkanmu pada mata pedang peperangan ini.
06.
RETNO DUMILAH
:
Mohon Rama jangan menyalahkan diri sendiri. Mungkin inilah yang menjadi kehendak Gusti Allah.
07.
RONGGO JUMENA
:
Dan inilah yang membuat Rama semakin merasa bersalah. Untuk ketiga kalinya, Rama harus menempatkanmu dalam palagan.
08.
RETNO DUMILAH
:
Rama, Purabaya tidak pernah meminta perang. Tapi jika Mataram memaksa, Purabaya akan meladeninya.
09.
RONGGO JUMENA
:
Purabaya sangat bersyukur dipimpin oleh seorang senopati sekaligus adipati sepertimu.
10.
RETNO DUMILAH
:
Ananda hanya menjalani sebagai seorang Titah. Dan inilah titah dari Purabaya.
11.
RONGGO JUMENA
:
Putriku Retno Dumilah, aku percayakan Istana kepadamu. Terimalah Keris Pusaka Kyai Kala Gumarang ini. Aku berharap engkau bisa membunuh Sutawijaya dan musuh-musuh Kadipaten dengan pusaka ini.
12.
RETNO DUMILAH
:
Hanya restu Rama yang ananda harapkan.
13.
RONGGO JUMENA
:
(MEMBERIKAN RESTU DAN KEMUDIAN MOKSA. DI LUAR TERDENGAR TERIAKAN GEGAP GEMPITA PRAJURIT MATARAM)
14.
RETNO DUMILAH
:
(MENGHUNUS KERIS KYAI KALA GUMARANG) Pedang mereka boleh saja berkilat. Tombak mereka boleh saja gagah menantang langit. Di sini masih ada para srikandi Purabaya yang siap menyambut kedatangan lawan. Sadumuk Bathuk, Sanyari Bhumi. Tak sejengkal tanahpun yang akan kami serahkan tanpa melawan.

-- LAMPU BERUBAH --

Adegan 4
JANTUNG KUTHA PRAJA PURABAYA.
PUTRI-PUTRI KAPUTREN DENGAN GENDEWA TERPENTANG DAN PANAH TERHUNUS, MEMANDANG DENGAN TAJAM KEPADA ORANG-ORANG MATARAM. MEREKA TINGGAL MENUNGGU PERINTAH. ‎PEMIMPINNYA, GUSTI RADEN AJENG RETNO DUMILAH, MENGACUNGKAN KERIS KYAI KALA GUMARANG PADA PARA PENYERANG. KECANTIKANNYA MEMPESONA, BERBINAR TERTIMPA SINAR MATAHARI YANG MENYENGAT, DI PATIRTAN, SENDANG BERAIR JERNIH DI HALAMAN ‎KAPUTREN.
01.
RETNO DUMILAH

:
(MAJU MELANGKAH KERIS KYAI GUMARANG DI GENGGAMAN, KEPALA TENGADAH, MENUDING DENGAN KERISNYA) Yang mana diantara kalian yang menyebut diri Panembahan Senapati, Penguasa Mataram?
02.
P. SENOPATI
:
(PANEMBAHAN SENAPATI, ‎MAJU KE DEPAN. TOMBAK KYAI PLERED TERGENGGAM)
 Akulah Panembahan Senapati, Penguasa Mataram….
03.
RETNO DUMILAH
:
Keluar dari Istanaku, Panembahan.. Kau memasukinya tanpa ijin.
04.
P. SENOPATI

:
Aku sungguh-sungguh bermaksud menghadap Pamanda Adipati Purabaya, Pangeran Timur yang bergelar Rangga Jumena, kini Panembahan Purabaya….
05.
RETNO DUMILAH
:
‎Akulah Adipati Purabaya. Kau lihat Pusaka Kyai Kala Gumarang ada padaku…. Kau bermaksud menemuiku, perintahkan pasukanmu ke luar gerbang kota, dan suruh pengawalmu berada di luar Istana…
06.
P. SENOPATI
:
Kaukah itu diajeng Retna Dumilah, putri pamanda Panembahan Rama..?  Aku Sutawijaya.
07.
RETNO DUMILAH
:
Bawa pasukanmu keluar gerbang kota, Panembahan. Lalu suruh pengawal-pengawalmu menunggu di luar Istana. Bukankah kau mengerti paugeran tata praja…?
(PANEMBAHAN SENOPATI HANYA TERDIAM)
08.
P. SINGASARI
:
Lancang sekali mulutmu!
09.
RETNO DUMILAH
:
Diam kau Pangeran! Aku tidak bicara padamu.
08.
P. SINGASARI
:
(MARAH) Kau sudah terkepung. Sebentar lagi Purabaya akan hancur lebur!
09.
RETNO DUMILAH
:
Bisa jadi. (MELANGKAH MAJU) Kalian berhasil mendobrak gerbang istana setelah sekian lama menunggu di sebrang bengawan. Jangan dikira aku tidak tahu, Pangeran. Purabaya hanya tidak ingin memulai peperangan ini.
10.
P. SINGASARI
:
(TERTAWA) Itu artinya Purabaya telah kehilangan taringnya setelah ditinggal pasukan Brang Wetan.
11.
RETNO DUMILAH
:
Kau boleh tertawa sepuasmu, sebelum anak panah prajurit Purabaya merobek mulut besarmu itu!
12.
P. SINGASARI
:
Kau menantangku? (MENGUNUS KERISNYA)
13.
RETNO DUMILAH
:
Seribu Pangeran Mataram sepertimu pun, Retno Dumilah tak kan gentar!
14.
P. SINGASARI
:
(MARAH) Suruh dia menyerah kangmas Panembahan. Itu penghinaan kepada Mataram!
15.
RETNO DUMILAH
:
Kau menghendaki perang, Pangeran? Majulah! Setapak kau melangkah anak panah akan menancap di dadamu!
16.
P. SENOPATI
:
Tunggu…! Sarungkan kembali kerismu, dhimas! (PANGERAN SINGASARI MENYARUNGKAN KEMBALI KERISNYA DENGAN PERASAAN KEMARAHAN YANG TERTAHAN.) Kecuali Paman Ki Juru Mertani, aku minta para Pangeran dan Adipati menunggu di luar gerbang istana sesuai tanggung jawabnya. Lalu perintahkan Tumenggung pasukan masing-masing menarik para Perwira dan prajurit-prajuritnya mundur keluar batas kota. Percayakan padaku dan Paman Ki Juru Mertani.
17.
P. SINGASARI
:
(BERBISIK PADA P. SENOPATI) Tapi kangmas.... ini mungkin taktik musuh yang di ambang kehancuran.
18.
P. SENOPATI
:
Turuti perintahku, dhimas!
19.
P. SINGASARI
:
Mohon ampun, Kangmas. ( MEMBERI KOMANDO AGAR PASUKAN MATARAM MUNDUR)
20.
RETNO DUMILAH

:
(MEMERINTAH PRAJURITNYA EMPAT ORANG, PERGI KE SETIAP GERBANG) Lihat apa perintah Panembahan Mataram ‎itu dipatuhi oleh pasukannya. Lalu tutup gerbang Istana kembali. Aku tunggu di sini.
DENGAN PANAH TERARAH KEPADA PANEMBAHAN SENAPATI‎, EMPAT ORANG PUTRI KAPUTREN BERGERAK KELUAR REGOL. SELANJUTNYA MASING-MASING MENYEBAR MENGAMATI GERAK MUNDUR PARA PANGERAN KELUAR ISTANA, DAN SELANJUTNYA MEREKA AMATI GERAK PASUKAN MATARAM MUNDUR KELUAR BATAS KOTA DARI GERBANG YANG BARU SAJA MEREKA KUASAI.
21.
RETNO DUMILAH
:
Bicaralah Panembahan, apa maksudmu menemui Adipati Purabaya?
22.
P. SENOPATI
:
Diajeng Retna Dumilah.
23.
RETNO DUMILAH
:
Aku Adipati Purabaya, Panembahan. Bicaralah secara patut. Katakan apa maksudmu.
24.
P. SENOPATI

:
Diajeng Adipati… kunjunganku kali ini adalah kunjungan pada Kadipaten yang telah mempunyai hubungan tata praja dengan Pajang yang kini diteruskan oleh Mataram. Kunjungan ini untuk mengukuhkan kembali pola hubungan yang selama ini telah terjalin.
25.
RETNO DUMILAH

:
Dengan membawa pasukan segelar sepapan? Melakukan serangan kepada prajurit-prajurit Purabaya, bahkan mendobrak Gerbang Istana? Kyai Kala Gumarang telah terhunus, Panembahan. Tugasku yang pertama sebagai Adipati adalah membunuh Panembahan Senapati.
26.
P. SENOPATI
:
Tunggu dulu, Diajeng Adipati. Jangan terburu terbakar amarah, Diajeng.
27.
RETNO DUMILAH

:
Aku sudah tahu siasat licikmu, Panembahan. Kau manfaatkan kecantikan Nyai Adisara sebagai duta, tapi kau siapkan pasukanmu untuk mengepung. Kau berpura-pura mengakui kedaulatan Purabaya agar pasukan Brang Wetan ditarik mundur, sehingga Purabaya lengah.
28.
P. SENOPATI
:
Jangan salah sangka, Diajeng. Perang bukan harus mengandalkan kekuatan militer. Aku hanya menjalankan sebuah strategi perang.
29.
RETNO DUMILAH

:
(MULAI MEMANGGIL DENGAN MENYEBUT NAMA SUTAWIJAYA SAJA)
Raden Sutawijaya, apakah dalam dirimu tak pernah ditanamkan sifat kesatria oleh orang tuamu. Yang ada dalam hatimu hanyalah ketamakan dan membuat kerusakan untuk merebut kekuasaan negeri lain?
30.
P. SENOPATI
:
Diajeng, bukan maksudku untuk merebut kuasa negeri lain. Namun aku telah mendapat petunjuk Allah untuk mempersatukan Tanah Jawa melalui pesan Sunan Giri dan Sunan Kalijaga. Aku hanya menjalankan takdir-ku. Selain itu aku sendiri mendapatkan wangsit, bahwa Tanah Jawa harus bersatu, karena akan datang musuh orang-orang berkulit pucat dari Negeri Barat,  yang akan merusak tatanan seluruh Tanah Jawa, bahkan seluruh Bumi Nuswantara.
31.
RETNO DUMILAH

:
Terserah apa katamu Raden, namun aku tak mau termakan tipu muslihatmu untuk kedua kalinya.
(MENYINDIR KI JURU MERTANI) Aku tahu siapa pengatur siasat licik ini. Siapa lagi jika bukan Paman Ki Juru Mertani. Sejarah telah membuktikannya dengan gugurnya Aryo Penangsang dengan tipu muslihatnya.
32.
KI JURU MERTANI
:
Kau tidak memahami siasat perang, Adipati Retno Dumilah!
33.
P. SENOPATI
:
Jangan kau asal bicara. Kau telah dibakar amarah, sehingga bicaramu kian ngawur!
34.
RETNO DUMILAH
:
Aku menantangmu perang tanding hingga salah satu dari kita mati. Aku akan membunuhmu dengan Kyai Kala Gumarang sebagaimana titah ayahanda Panembahan Rama, dan mendudukkan ayahanda sebagai penerus Eyang Sultan Trenggana.
35.
KI JURU MERTANI
:
Nakmas Adipati Retno Dumilah, kenapa harus diselesaikan dengan perang tanding? Percayalah, coba renungkan bagaimana jika Purabaya bersatu dibawah Mataram? Semua kadipaten di tanah Jawa ini bersatu dalam satu kejayaan Mataram?
36.
RETNO DUMILAH
:
Jika itu yang Paman maksud, kenapa bukan Mataram yang bersatu di bawah Purabaya sebagai ahli waris Demak Bintoro?
37.
P. SENOPATI
:
(SENOPATI MULAI MEMBUKA STRATEGI CINTANYA.)
Diajeng, apakah tak ada cara lain, yang menimbulkan kesan bahwa Madiun telah menyatu kepada Mataram?
38.
RETNO DUMILAH
:
Aku belum kalah...!! Kalau perlu majulah kalian berdua.
39.
P. SENOPATI
:
Aku tidak akan berlaku pengecut, diajeng. Biarlah Paman Ki Juru Mertani ikut keluar regol istana. Dan perang tanding ini hanya akan ada kita berdua.
(PADA KI JURU MERTANI) Tinggalkan kami, Paman.
40.
KI JURU MERTANI
:
Hati-hati, Nakmas. (PERGI)
41.
P. SENOPATI
:
Diajeng, dalam keadaan seperti ini, bila engkau berkenan, maka aku Sutawijaya, akan menyerahkan hidup matiku kepadamu. Aku akan mengajakmu untuk hidup mukti-wibawa di kraton Mataram, dan aku berjanji engkau akan aku jadikan Ratu Prameswari di Istana Mataram.
42.
RETNO DUMILAH
:
Sutawijaya, aku tak akan silau dengan tawaranmu. Aku tak akan tertarik dengan hartamu, sementara engkaupun telah mempunyai Raden Ayu Waskitajawi sebagai permaisurimu. Namun aku menerima permintaanmu, dengan syarat kita harus berperang tanding. Bila engkau kuat menahan kekuatan Keris Kyai Kala Gumarang, maka permintaanmu akan aku terima!
43.
P. SENOPATI
:
Maafkan aku jika harus melukaimu dalam perang tanding nanti, meskipun dalam hati, sungguh malu jika harus bertarung dengan seorang putri.
44.
RETNO DUMILAH

:
Jangan kau sepelekan kaumku.
(BERJALAN SETENGAH MENGITARI PANEMBAHAN SENOPATI)
Aku tidak akan berlaku pengecut memerintahkan prajuritku melepas anak panah, Panembahan. Kalau aku gagal dan kau kalahkan, aku akan mengakui Mataram sebagai penerus Kesultanan Pajang. Nyawaku kuserahkan padamu sebagaimana kalau aku terbunuh dalam perang tanding ini.‎ Majulah!
45.
P. SENOPATI

:
Baik Diajeng Adipati… Aku terima tantanganmu. Kalau aku terbunuh, biarlah Pamanda Ki Juru Mertani membawa pulang tubuhku.
MAKA DI TEPI SENDANG PATIRTAN YANG JERNIH AIRNYA DI KAPUTREN ITU, RETNO DUMILAH BERSENJATAKAN KERIS PUSAKA KYAI KALA GUMARANG, BERTEMPUR MELAWAN PANEMBAHAN SENAPATI. SATU LAWAN SATU. RETNO DUMILAH MEMANG BERMAKSUD MENGEMBAN PERINTAH AYAHANDANYA. IA MESTI MEMBUNUH SUTAWIJAYA. KYAI GUMARANG DITANGANNYA SEAKAN MENCARI WARANGKA DI TUBUH PANEMBAHAN SENAPATI. GERAKANNYA SANGAT CEPAT DAN BERTUBI-TUBI. TATA GERAKNYA MENCERMINKAN KESAKTIAN PERGURUAN RATU KALINYAMAT.
TETAPI KYAI PLERED DITANGAN PANEMBAHAN SENAPATI ADALAH PUSAKA PINILIH HADIWIJAYA YANG MAMPU MEROBEK PERUT ARIA PENANGSANG. MAKA KYAI GUMARANG SENANTIASA MEMBENTUR KYAI PLERED DIMANAPUN PUSAKA ITU INGIN MENEMBUS TUBUH PANEMBAHAN.
46.
P. SENOPATI
:
Kenapa tidak kita sudahi saja peperangan ini?
47.
RETNO DUMILAH

:
Ternyata seorang Panembahan Senopati yang terkenal kedidgayaannya, hanya berani berlindung pada kekebalan Antrakusuma.
48.
P. SENOPATI
:
(TERTAWA) Rupanya kecantikanmu kian bersinar jika kau marah!
49.
RETNO DUMILAH
:
Simpan rayuanmu! (KEMBALI BERPERANG)
BETAPAPUN SEBAGAI PEREMPUAN KESEMPATAN MESU KANURAGAN DAN KASEKTEN MEMPUNYAI BATASAN NORMA DIBANDING LAWANNYA. MAKA KETIKA TENAGA RETNO DUMILAH SEMAKIN SUSUT, PADA SEBUAH BENTURAN KERAS, KYAI GUMARANG TERLEPAS DARI GENGGAMANNYA. RETNO DUMILAH MELONCAT MUNDUR. PANEMBAHAN SENAPATI TIDAK MEMBURUNYA, MELAINKAN IA PUNGUT KYAI GUMARANG.
50.
P. SENOPATI

:
(KYAI GUMARANG TERHUNUS DI TANGAN KANANNYA, DAN KYAI PLERED DI TANGAN KIRINYA, MAJU MENDEKATI RETNO DUMILAH) Kyai Kala Gumarang kini ditanganku, Diajeng. Bukankah Kadipaten Purabaya ada digenggamanku? Dan dengan begitu juga nyawamu?
51.
RETNO DUMILAH
:
Kau!
52.
P. SENOPATI
:
Jika kau anggap aku pantas menerima tamparanmu, tamparlah!
53.
RETNO DUMILAH

:
(TERDUDUK LEMAS) Kenapa Mataram musti datang dengan bunga-bunga kematian? Bukankah ada bunga-bunga yang lain?
54.
P. SENOPATI
:
Iya bunga-bunga cinta. Kaulah yang akan menjadi satu-satunya bunga terindah di Mataram

SEBAGAI PERINGATAN ATAS PENGUASAAN MATARAM ATAS PURABAYA TERSEBUT, MAKA PADA HARI JUMAT LEGI TANGGAL 16 NOVEMBER 1590 NAMA PURABAYA DIGANTI MENJADI MADIUN.
-- BLACK OUT –


Selesai

Setelah tiga tahun akhirnya perjalanan ini menemukan sebuah tanda baca….