Memayu Apa Wis Payu?
Sandiwara Berbahasa Jawa
Naskah : ony S
Memayu hayuning Bawana
Hamemayu atau memayu, artinya 'membuat ayu' atau mempercantik, memperindah.
Hayuning, artinya keadaan yang ayu, cantik atau indah. Bawana artinya benua
atau bumi. Jadi arti harafiah dari 'memayu hayuning bawana' adalah 'membuat ayu
bumi yang (diciptakan)sudah dalam keadaan ayu'. Kata 'bumi' dalam hal ini
mempunyai arti ganda, yaitu bumi dan isinya secara fisik atau ekosistem serta
kehidupan di bumi. 'Memayu hayuning bawana' secara utuh merupakan falsafah,
tujuan dan landasan hidup manusia di bumi. Falsafah ini diperkenalkan oleh
Pujangga Besar Ronggowarsito.
Bumi sebagai sumber kehidupan akan ayu (tidak rusak) oleh ulah manusia.
Manusia hidup rukun, tidak ada perang, permusuhan atau saling benci. Tentu
semua itu idealnya begitu karena harapan itu mencerminkan Memayu Hayuning
Bawana sebagai falsafah hidup.
Wujud nyata dari upaya memayu hayuning bawana sendiri adalah menjaga
kelestarian lingkungan hidup. Polusi udara, air, tanah dapat membawa kesusakan
lingkungan. Pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan, pembabatan hutan
secara liar, ulah tangan-tangan kotor manuia seperti ini jelas sngat
bertentangan dengan falsafah memayu hayuning bawana.
Bila pada
cerita pewayangan terdapat tokoh raksasa(buto) dengan tubuh yang menyeramkan,
sosok ini disimbolkan sebagai watak antagonis yang berseberangan dengan para
satria dalam usaha memenangkan kebaikan, menciptakan keselarasan dunia, memayu
hayuning bawana. Bangsa raksasa adalah simbol dari bercokolnya segala nafsu
manusia.
Pada zaman sekarang, sosok raksasa (buto) ini tampil dengan penampilan baru
yang lebih elegan. Mereka sama seperti manusia, suka berpenampilan rapi,
berbaur dengan manusia pada umumnya, menyantap makanan apa saja yang penting
enak. Secara fisik memang sama, tetapi mereka tetap mewarisi sifat dan nafsu
bangsa raksasa yang selalu rakus, menghalalkan segala cara untuk mencapai
tujuan.
Kita harus lebih waspada. Jangan mudah tergiur dengan segala iming-iming.
Kita musti lebih bijak lagi, banyak pembangunan dengan dalih mengangkat derajat
rakyat kecil, tetapi nyatanya lebih memperdalam jurang pemisah antara si kaya
dan si miskin. Proyek-proyek dilaksanakan hanya untuk kepentingan sebagian
kecil pihak tanpa mempedulikan keselamatan alamnya.
Dalam garapan ini disimbolkan masyarakat desa yang guyub rukun, suka
bergotong royong harus tersingkir oleh pembangunan proyek. Mereka telah
kehilangan sawah, ladang. Apa kemudian mereka harus kehilangan rumah mereka
karena harus digantikan oleh perumahan dan lapangan golf?
Inilah realitas nyata dimana para penguasa, konglomerat, pengembang,
kontraktor berlomba-lomba memperluas lahan proyeknya. Membangun banyak
perumahan, sarana prasarana umum yang hanya dapat dinikmati oleh segelintir
orang, tanpa mempedulikan kesimbangan alam dan lingkungan.
Kiranya
judul Memayu apa wis payu dapat menjadi cerminan mungkin sindiran bagi kita
untuk lebih arif untuk membangun demi kesejahteraan rakyat dengan tetap menjaga
kelestarian lingkungan hidup. Singkatnya, menciptakan pembangunan yang
berwawasan lingkungan.
Pelajaran Berharga
Dari garap karya ini dapat ditarik kesimpulan dan nilai-nilai moral sebagai
berikut :
1. Budaya
gotong royong yang telah menjadi ciri kepribadian bangsa Indonesia harus selalu
kita tumbuh kembangkan.
2. Bencana
alam yang terjadi disebabkan oleh ulah manusia sendiri karena tidak mau menjaga
kelestarian alam dan lingkungannya.
3.
Rezeki
bisa dicari dimana-mana, setiap orang bekerja untuk mencukupi kebutuhan
hidupnya, namun hendaknya jangan sampai merugikan orang lain.
Naskah selengkapnya dapat diunduh di sini:
Memayu Apa Wis Payu.docx