Selasa, 31 Maret 2015

Hymne Sanggar Biru

SIMFONI BIRU

 

Rumah ini beratap langit biru
Dan birunya langit tak pernah berdusta
Di sini siapa saja boleh singgah
Ikut menggambar lantai berwarna tanah

Siapa saja boleh datang
Siapa saja boleh pergi
Biar langit tetap biru
Biar tanah tak hilang warna
Biar semua seperti kata alam
Biar rumah seperti adanya

Wahai jiwa-jiwa pemberani
Beranikah membiru?
Beranikah rebah di peluk ibu bumi?
Beranikah tuk jadi camar penjelajah?
Beranikah tuk jadi siput yang tafakur?

Kau, aku, kita bersama
Saling menguatkan
Bukan saling meniadakan

Naga Baru Klinting

NAGA BARU KLINTING
Oleh : Rian Ciputra S, Pd.


Baru Klinting adalah seorang anak jelmaan seekor naga. Tubuhnya kurus kering dan penuh dengan luka serta berbau busuk. Ia diselamatkan dan diasuh oleh seorang Janda Tua ketika warga desa menganiayanya dan menganggap ia adalah orang gila. 
Suatu ketika Baru Klinting ingin ikut bermain bersama anak-anak, tetapi anak-anak menghina dan mengusirnya dengan kasar.
Baru Klinting merasa sakit hati dan membuat sayembara. Ia menantang semua warga desa untuk mencabut lidi yang ia tancapkan di tanah. Akan tetapi tak ada satu orangpun yang sanggup mencabutnya. 
  
   file naskahnya bisa diunduh di sini :Naga Baru Klinting.docx
Oleh : Ony S.


telah menua segala prilaku
sebagian ngumpet di siku keramat
sebagian ngumbar di pelataran kemarau
menua jua luapan birahi biru
lunglai pada tiap catatan
lunglit tubuh pada kaca kertas

ayo...
mari
roh pengembara
jiwa api
belum genap laku kita

Jumat, 27 Maret 2015

Naskah Drama Anak

ANJANI PUTRA
Karya : Rian Ciputra, S.Pd.
  

         Hanoman kecil merasa sedih ketika harus ditinggal oleh ibunya, Anjani. Ia marah dan menyalahkan sang waktu karena telah memisahkan ia dan ibunya. Akhirnya Hanoman memakan matahari karena dianggap penyebab berjalannya waktu. 
      
    naskah dapat diunduh di sini: ANJANI PUTRA.docx

Kamis, 26 Maret 2015

Memayu Apa Wis Payu?



Memayu Apa Wis Payu?
Sandiwara Berbahasa Jawa
Naskah : ony S


Memayu hayuning Bawana
Hamemayu atau memayu, artinya 'membuat ayu' atau mempercantik, memperindah. Hayuning, artinya keadaan yang ayu, cantik atau indah. Bawana artinya benua atau bumi. Jadi arti harafiah dari 'memayu hayuning bawana' adalah 'membuat ayu bumi yang (diciptakan)sudah dalam keadaan ayu'. Kata 'bumi' dalam hal ini mempunyai arti ganda, yaitu bumi dan isinya secara fisik atau ekosistem serta kehidupan di bumi. 'Memayu hayuning bawana' secara utuh merupakan falsafah, tujuan dan landasan hidup manusia di bumi. Falsafah ini diperkenalkan oleh Pujangga Besar Ronggowarsito.
Bumi sebagai sumber kehidupan akan ayu (tidak rusak) oleh ulah manusia. Manusia hidup rukun, tidak ada perang, permusuhan atau saling benci. Tentu semua itu idealnya begitu karena harapan itu mencerminkan Memayu Hayuning Bawana sebagai falsafah hidup.
Wujud nyata dari upaya memayu hayuning bawana sendiri adalah menjaga kelestarian lingkungan hidup. Polusi udara, air, tanah dapat membawa kesusakan lingkungan. Pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan, pembabatan hutan secara liar, ulah tangan-tangan kotor manuia seperti ini jelas sngat bertentangan dengan falsafah memayu hayuning bawana.
            Bila pada cerita pewayangan terdapat tokoh raksasa(buto) dengan tubuh yang menyeramkan, sosok ini disimbolkan sebagai watak antagonis yang berseberangan dengan para satria dalam usaha memenangkan kebaikan, menciptakan keselarasan dunia, memayu hayuning bawana. Bangsa raksasa adalah simbol dari bercokolnya segala nafsu manusia.
Pada zaman sekarang, sosok raksasa (buto) ini tampil dengan penampilan baru yang lebih elegan. Mereka sama seperti manusia, suka berpenampilan rapi, berbaur dengan manusia pada umumnya, menyantap makanan apa saja yang penting enak. Secara fisik memang sama, tetapi mereka tetap mewarisi sifat dan nafsu bangsa raksasa yang selalu rakus, menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.
Kita  harus lebih waspada. Jangan mudah tergiur dengan segala iming-iming. Kita musti lebih bijak lagi, banyak pembangunan dengan dalih mengangkat derajat rakyat kecil, tetapi nyatanya lebih memperdalam jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Proyek-proyek dilaksanakan hanya untuk kepentingan sebagian kecil pihak tanpa mempedulikan keselamatan alamnya.
Dalam garapan ini disimbolkan masyarakat desa yang guyub rukun, suka bergotong royong harus tersingkir oleh pembangunan proyek. Mereka telah kehilangan sawah, ladang. Apa kemudian mereka harus kehilangan rumah mereka karena harus digantikan oleh perumahan dan lapangan golf?
Inilah realitas nyata dimana para penguasa, konglomerat, pengembang, kontraktor berlomba-lomba memperluas lahan proyeknya. Membangun banyak perumahan, sarana prasarana umum yang hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang, tanpa mempedulikan kesimbangan alam dan lingkungan.
            Kiranya judul Memayu apa wis payu dapat menjadi cerminan mungkin sindiran bagi kita untuk lebih arif untuk membangun demi kesejahteraan rakyat dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup. Singkatnya, menciptakan pembangunan yang berwawasan lingkungan.

           
Pelajaran Berharga
Dari garap karya ini dapat ditarik kesimpulan dan nilai-nilai moral sebagai berikut :
1.      Budaya gotong royong yang telah menjadi ciri kepribadian bangsa Indonesia harus selalu kita tumbuh kembangkan.
2.      Bencana alam yang terjadi disebabkan oleh ulah manusia sendiri karena tidak mau menjaga kelestarian alam dan lingkungannya.
3.      Rezeki bisa dicari dimana-mana, setiap orang  bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, namun hendaknya jangan sampai merugikan orang lain.
 
   Naskah selengkapnya dapat diunduh di sini:  Memayu Apa Wis Payu.docx

Sang Kumbakarna



Sang KUMBAKARNA
Oleh : Ony S.
SUMBER CERITA DIAMBIL DARI “ANAK BAJANG MENGGIRING ANGIN”
KARYA:  SINDHUNATA



Diceritakan satu per satu panglima perang Alengka mati dalam pertempuran melawan pasukan Gowa Kiskenda. Dasamuka gusar. Siapakah yang bisa menandingi kehebatan Anoman dan Rama? Dasamuka lalu memanggil Kumbakarna yang tengah bertapa di Panglebur Gangsa.
Kumbakarna akhirnya berangkat ke medan pertempuran, tetapi bukan untuk membela keserakahan Rahwana, ia berperang untuk membela negerinya.

Untuk naskah selengkapnya dapat diunduh di sini:
kumbakarna new.docx